Jumat, 21 Oktober 2011

Metamorfosis Kaligarang (amin)..

Kali ini saya mau bercerita sesuatu yang biasa saja,maksudnya hal yang biasa saya lewati dan hal yang biasa diamati orang. Sebenarnya saya juga baru beberapa kali membiasakan diri melewati jalan ini. Jalan yang harus saya tempuh untuk mencapai salah satu kantor di ujung kota Semarang. Maklum status saya masih pegawai baru yang belum genap kerja satu bulan. Disalah satu jalan yang bakalan sering saya lewati ini, bersebelahan dengan salah satu kanal di kota Semarang. Saya tidak tahu nama sungai yang mengalir ini karena ada yang menyebutnya Kaligarang atau Banjir Kanal. Kenapa namanya Banjir Kanal karena dulu sekitar tahun 1980-an atau awal 1990 (lupa dan ga ingat sih) pernah terjadi banjir bandang terbesar di Semarang. Daerah yang ga pernah terpikirkan akan terendam banjir nyatanya sampai meluas dan menyapu segalanya di sekitaran Semarang Barat. Tapi ga separah banjir lahar dingin Merapi sih. Anyway, itu Cuma sekilas mengenai keganasan sungai ini sebagai awal perkenalan. Setelah saya berpikir mengenai kejadian di kala itu (baca banjir bandang) dan hal yang saat ini saya lihat kondisi sungai sekarang,tidak heran jika banjir itu terjadi. Mari kita lebih serius menganalisa hal ini (ga usah melotot juga gitu donk,rileks dikit aja hhehe).

Jadi sekarang sungai tersebut sedang berusaha “ditaklukan” oleh para “seniman” bangunan. Mulai dari pendalaman dasar sungai hingga membentuk pondasi pinggir sungai. Nah ini yang mau saya sampaikan,mengapa Semarang selalu kewalahan saat musim hujan datang. Sebelum dirombak seperti saat ini,kondisi sungai ini sangat memperhatikan. Maksud saya itu memprihatinkan,maaf salah tulis tadinya mau saya hapus tapi tipe-x lagi habis padahal biasanya juga ga punya tipe-x ding hhehe. Kita lanjut ke tipe-x,maksudnya ke kondisi sungai ini. Masalah yang cukup serius dari sungai Kaligarang ini adalah pendangkalan yang sedangkal-dangkalnya dangkal yang membuat dangkal. Bagaimana tidak, di tengah sungai muncul pulau-pulau kecil bertumbuh rumput dan cukup besar. Saya teringat teman saya berkata,”Yuk tak ajak ke pulau Sumantra. Cedhak owk,kuwi ning Kaligarang”(subtitled: “Yuk tak ajak ke pulau Sumantra. Dekat kok,itu di Kaligarang). Kemudian saya terbengong-bengong dengan istilah pulau Sumantra yang dia sebut,seumur-umur dari jabang bayi (ya iyalah sejak kapan jabang bayi bisa mendengar) ampe segede jigong gini ga pernah tau mana itu pulau Sumantra. “hahh?? Pulau Sumantra,kok iso??” tanyaku yang bego dan bener-bener bego. Dan tanpa dosa dia menunjuk di tengah-tengah sungai Kaligarang itu sambil berteriak “Lha kuwi rak” (subtitled: “Lha itu dia”). Sambil menunjuk pulau di tengah Kaligarang dan membuat saya benar-benar hening. Kenapa dinamai pulau Sumantra maka saya mulai berpikir,ternyata memang bentuknya mirip pulau Sumatra dan diplesetkan menjadi Sumantra..hedddeeehhh. Terlepas dari pulau aneh kita kembali lagi ke topik. Pulau Sumantra aneh tadi adalah bentuk pendangkalan yang parah dan tidak heran membuat banjir di sekitar sungai jika musim penghujan tiba. Selain itu sampah-sampah menjadi hal lumrah disini,buang sana buang sini. Emang dikira kalau sampah dibuang ke sungai bakalan bisa ilang kayak sulapan? Dikira Deddy Coburzier kali yeee. Kemudian banyak sekali bangunan liar di sekitar DAS alias Daerah Aliran Sungai. Yang seharusnya dibersihkan dari bangunan liar yang menghambat aliran sungai. Sebenarnya ini dilema bagi pemerintah,karena jika ingin menata kota dengan baik kita harus tegas. Relokasi (maaf) penduduk liar atau diberikan penyuluhan oleh dinas sosial. Beberapa hal yang terkait membuat Semarang sering (walaupun tak separah jekaardaa) banjir adalah seperti tersebut diatas.


Nah,sekarang Semarang mulai berbenah untuk mencoba menanggulangi ini semua. Saya menyebutnya mencoba mengubah suatu kelemahan menjadi kelebihan. Perombakan besar-besaran untuk operasi dan memermak Kaligarang menjadi sesuatu yang dibanggakan sehingga bisa menjadi sesuatu banget. Mengangkat tanah yang menjadi pendangkalan sungai,membuat pondasi di samping DAS untuk menanggulangi longsor tanah yang menyebabkan dangkal, membuat tempat duduk atau sarana untuk ruang publik masyarakat dan membuat Kaligarang sebagai ikon kota Semarang. Rencananya Kaligarang ini menjadi wisata air untuk masyarakat. Dimana nantinya wisatawan bisa naik perahu dari ujung Kaligarang menuju Klenteng Sam Poo Kong peninggalan dari Eyang Cheng Ho. Apapun itu saya mewakili masyarakat Semarang (emang anggota DPR ya mas??) mendukung dan ikut bangga jika hal ini dapat terwujud. Terlepas dari itu saya berharap kita semua dapat menjaga aset ini nantinya dan bukan sebagai seorang Vandalisme yang merusak fasilitas umum. Setiap sore terkadang dalam perjalanan pulang saya mengamati proyek Kaligarang ini tapi bukan sebagai mandor sih. Saya melihat antusiasme warga yang turut mengamati bagaimana proses pengerukan dan sejauh mana pengerjaan proyek ini. Terkadang beberapa pasangan muda-mudi duduk disamping sungai yang berdebu hanya untuk sekedar menunggu sore walaupun berdebu dan sedikit becek. Orang tua yang mengajak anaknya untuk menunjukan betapa besar Escavator dan uniknya alat ini (namanya juga anak kecil jadi percaya saja dengan kata orang tuanya hhehe). Inilah yang seharusnya diperbanyak oleh kota Semarang yaitu ruang publik yang benar-benar publik. Terlepas dari pembangunan yang apakah bermuatan pesan politik atau ada korupsi di proyek ini, tapi masyarakat butuh tempat publik seperti ini. Saya yakin suatu saat akan ada ide-ide cemerlang yang muncul dari pinggir sungai ini. Entah itu tukang becak, pedagang asongan, karyawan swasta, PNS, pejabat daerah (buseett emang ada pejabat daerah yang mau down to earth?? Apalagi down to the river), mahasiswa yang belum lulus, pelajar atau siapa aja deh. Perlu di ingat bahwa semua ini dari kita,oleh kita dan untuk kita. Kewajiban kita untuk menjaganya,melestarikannya dan membuatnya semakin baik. Be a smart people,not difficult just try to make it happens naturally. .::big hug for my city::.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar